Rabu, 14 Januari 2009

Sebulir

Sebulir Kurma di Padang Pasir

Siang telah berganti. Haripun telah beranjak petang. Jangkrikpun ikut bernyanyi riang menyambut datangnya sang dewi malam. Suara adzan mulai terdengar bersahut-sahutan. Dinginnya angin malam seolah tak menyurutkan langkahnya untuk ke surau.

Di sebuah desa kecil jauh dari keramaian, Anbiy..begitulah orang-orang memanggilnya. Setiap mulai petang,dia selalu pergi ke surau untuk belajar dan memperdalam ilmu agama islam.

Anbiy sekolah disalah satu sekolah menengah atas terkemuka di kota, jauh dari tempat tinggalnya. Setiap pagi, ia mengayuh sepeda kesayangannya untuk menimba ilmu.

Pagi ini, ia mengayuh sepedanya denga kencang, takut terlambat. Anbiy bangun kesiangan karena tadi malam mengerjakan tugas karya ilmiahnya.

“Ya Allah, semoga saya tidak terlambat sampai ke sekolah,” katanya dalam hati.

Alhamdulillah, ternyata belum telat. Hati Anbiy senang sekali karena hari ini, ia dapat jadwal mengisi kajian di masjid sekolah.

Karena tergesa-gesa, tiba-tiba…

“Brukkk, akh,” jerit seseorang dan ternyata wanita.

“Astaghfirullah, maaf saya tidak sengaja,” kata Anbiy.

“ Maaf…?!, sakit tau, kalau jalan pakai mata dong jangan pakai hidung.” Umpat wanita itu.

“Sekali lagi saya minta maaf, saya buru-buru.” kata Anbiy. Karena saking terburu-buru, catatan materinya tertinggal saat jatuh tadi.

“Hei, kertasnya ketinggalan,” teriak wanita itu. Tapi Anbiy tidak mendengarnya karena sudah terlalu jauh berlari. Di masjid, ia mencari-cari materi kajiannya, tapi….

“Masya Allah, catatannya di mana? Ya Allah gimana ini,”Anbiy kebingungan. Tapi akhirnya ia mengisi kajian tanpa catatannya tersebut. Ternyata wanita itu adalah anak paling gaul dan punya gank yang sangat disegani teman-temannya. Martha begitu mereka memanggilnya.

“Eh guys tau nggak? Tadi tu ada cowok yang nabrak gua, Dia tu udik, kuper, cupu gitu deh, trus ninggalin kertas ini ni, nggak tau apaan,” kata Martha panjang lebar seraya menunjukkan kertas tadi.

“Tha, coba liat donk,” pinta teman-temannya. ”Lho ni kan tulisannya Anbiy, itu tu aktifis masjid sekaligus suka nyumbang naskah mading skul. Dia ikut lomba karya ilmiah juga dan bakalan jadi saingan terberat loe,” ucap salah satu anggota ganknya.

“Sialan, kurang ajar. Bakal gua habisin tu cupu, udik!” umpat Martha sambil merebut kertas dan membuangnya.

Martha walaupun tergolong anak nakal tapi ia termasuk anak yang pandai di sekolah.

Hari itu pengumpulan naskah, yang terakhir adalah Martha. Ia tergesa-gesa karena sebelumnya telah merancanakan sesuatu.

“Maaf, Bu. Saya belum terlambat kan?” kata Martha sambil menyerahkan amplop.

“Anbiy, kenapa kamu belum mengumpulkan? Hari ini hari terakhir, kamu sudah ditunjuk mewakili kelas, harus tanggung jawab dong,” Bu Siti memperingatkan Anbiy.

“Maaf Bu, tadi saya sudah selesai dan saya bawa tapi tidak tahu kenapa hilang,” sanggah Anbiy. “Bu tolong beri saya kesempatan lagi.”

Akhirnya melalui rapat guru dan pertimbangan yang lain, Anbiy diberi kesempatan sekali lagi dan harus mengumpulkan besok pagi.

Mendengar berita itu, Martha sangat marah. Ia tak henti-hentinya menggagalkan usaha Anbiy. Tapi tanpa sepengetahuan Anbiy. Walaupun begitu, Martha harus mengakui keunggulan Anbiy. Yang lolos seleksi adalah Anbiy, Martha dan seorang lagi dari kelas lain. Ketiga siswa tersebut akan diseleksi lagi untuk mewakili tingkat propinsi.

“Ya Robb, hamba tahu Engkau selalu memberi yang terbaik untuk hamba-hamba-Mu maka ridhoilah usaha hamba ini,” doa Anbiy.

“Gua harus bisa ngalahin si cupu itu, harus!”semangat dan dendam Martha yang membara samapai ke ubun-ubun. “Saya harus menang dari mereka berdua,” ucap peserta lomba satunya.

Saat-saat yang dinantikan yaitu pengumuman peserta yang lolos seleksi, yang akan di kirim ke propinsi.

“Dan yang lolos seleksi, yang akan mewakili ke tingkat propinsi adalah…,” suara MC yang menggelegar dan membuat jantung dag, dig, dug,,, tak karuan.

“Anbiy As Saifulloh….” Akhirnya terlontar juga siapa yang lolos seleksi.

“Alhamdulillah, ya Allah…Subhanallah” Anbiy mengucap syukur seraya sujud syukur.

Martha memang harus mengalah dan mengakui bahwa Anbiy lebih unggul dan lebih pantas mendapatkan itu semua.

Sebelum pulang…

“Anbiy tunggu. Saya ingin bicara sebentar,” cegah Martha saat Anbiy hendak pulang.

“Biy, saya ingin minta maaf atas semua kesalahan saya” pinta Martha. Lho…Martha kaget kok bisa ya suaranya lembut , biasanya cempreng dan pakai loe, gua.

“Maaf, minta maaf apa ya ?.” Tanya Anbiy mengerutkan keningnya.

Martha kemudian menceritakan semuanya, mulai dari mencuri naskahnya dan lain sebagainya. Anbiy benar-benar shock dan kaget, marah tapi bagaimana lagi toh dia sudah mengakuinya dan minta maaf.

“Ya, saya maafkan.Saya tahu kamu sebenarnya tidak seperti itu hanya ego dan pengaruh lingkunganlah yang membuat kamu jadi seperti itu,” ucap Anbiy tulus.

“Sekarang saya sadar, saat kita marah, dendam semuanya tidak akan menjadi seperti apa yang kita mau.”

“Oh ya, kamu maukan menjadi sahabatku dan mengajarkanku ilmu agama yang sebenar-benarnya ?” Kata Martha memohon

“Insya Allah,”jawab Anbiy

Akhirnya mereka bersahabat dan entah mengapa saat mereka saling berkomunikasi ada perasaan lain yang memburu didada.

“Ya Khaliq…ada apa ini, kenapa dengan diriku?” Tanya Anbiy dalam hati. Ternyata tumbuhlah benih-benih secuil cinta di antara mereka. Marthapun merasakan itu. Tapi mereka sadar dan yakin bahwa cinta yang mereka rasakan saat ini hanyalah cinta semu, cinta sesaat. Untuk saat ini mereka hanya ingin merasakan cinta yang abadi, yang haqiqi yaitu cinta pada sang Illahi Robbi…Allahu Akbar….

Lita/ XIAP




Related Posts by Categories



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kritik Dan Saran